Rasulullah Menangis Mendengar Cerita Orang Ini
ads
Di masa Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa
sallam, ada seorang sahabat yang bernama Abu Dujanah. Setiap kali usai menunaikan
ibadah shalat berjamaah shubuh dengan Nabi, Abu Dujanah selalu tak sabar. Dia terburu-buru
untuk pulang tanpa menunggu memanjatkan doa bersama nabi hingga selesai.
Maka dalam satu kesempatan, Rasulullah pun mencoba
meminta klarifikasi pada sahabat nabi tersebut.
“Wahai, engkau apakah kamu ini tak memiliki
permintaan yang harus kamu panjatkan kepada Allah SWT hingga kamu tak pernah
menungguku hingga selesai berdoa. Mengapa kamu terburu-buru pulang begitu? Ada
apa?” tanya Nabi Muhammad.
Abu Dujanah pun menjawab, “Wahai Rasulullah,
kami memiliki satu alasan.”
“Apa itu alasanmu? Coba kamu katakan!” pinta
Baginda Nabi.
“Begini ya Rasul,” kata Abu Dujanah pun memulai
menguraikan jawabannya. “Rumah kami ini berdampingan dengan rumah seorang
laki-laki. Di pekarangan rumah punya tetangga kami, ada satu pohon kurma yang menjulang,
dahannya pun menjuntai ke rumah kami. Setiap kali angin bertiup pada malam
hari, kurma-kurma punya tetanggaku tersebut pun berjatuhan, dan mendarat di rumah
kami.”
“Ya Rasulallah, kami ini keluarga orang yang tidak
berpunya. Anakku seringkali kelaparan, dan kurang makan. Pada saat anak-anak
kami bangun, apa pun yang ia dapati, mereka akan makan. Oleh karenanya, sesudah
melaksanakan shalat, kami akan bergegas segera pulang sebelum anak-anak kami terbangun
dari tidurnya. Kami mengumpulkan kurma-kurma punya tetangga kami yang
berceceran di rumah, kemudian kami haturkan kepada pemiliknya.
Pernah satu saat, kami agak terlambat untuk pulang.
Ada anakku yang telah terlanjur makan kurma hasil temuan tadi. Dengan mata
kepala saya sendiri saya menyaksikan, tampak dia sedang mengunyah kurma basah yang
ada di dalam mulutnya. Ia sudah memungut kurma yang terjatuh di rumah kami tadi
malam.”
Mengetahui tentang itu, lalu jari-jari tangan
kami pun memasukkan ke mulut anakku itu. Dan kami keluarkan apa saja yang terdapat
di sana. Dan Kami berkata, ‘Nak, janganlah engkau permalukan ayahmu ini di
akhirat nanti.’ Anakku pun menangis, kedua pasang kelopak matanya pun mengalirkan
air mata karena sangat kelaparan.
Wahai Nabi Allah, kami katakan lagi kepada
anakku itu, ‘Sampai nyawamu lepas pun, aku tak kan rela meninggalkan harta
haram di dalam perutmu. Seluruh isi perutmu yang haram itu, akan kukeluarkan
dan kan ku kembalikan bersama dengan kurma-kurma yang lain pada pemiliknya yang
berhak’.”
Lalu, Pandangan mata Rasulullah pun berkaca-kaca,
dan butiran air mata mulianya berderai dengan deras.
Baginda Rasulullah Muhammad mencoba
mencari tahu siapakah sebenarnya pemilik dari pohon kurma tersebut. Abu Dujanah
kemudian menjelaskan, bahwa pohon kurma itu adalah milik seorang laki-laki yang
munafik.
Maka Tanpa basa-basi, Baginda Nabi lalu mengundang
pemilik pohon kurma. Rasul kemudian mengatakan pada si pemilik pohon kurma,
“Bisakah bila aku minta kamu menjual pohon kurma yang kamu punya itu? Aku akan
membelinya dengan sepuluh kali lipat dari pohon kurma itu sendiri. Pohonnya yang
terbuat dari batu zamrud warna biru. Yang disirami dengan emas merah, dengan tangkainya
dari mutiara putih. Di situ ada bidadari yang cantik jelita sesuai dengan
hitungan jumlah buah kurma yang ada.” Begitu penawaran dari Rasulullah shallallahu
alaihi wa sallam.
Pria yang dikenal sebagai orang munafik tadi kemudian
menjawab dengan tegas, “Saya tak kan pernah berdagang dengan menggunakan sistem
jatuh tempo. Saya tak mau menjual apa saja kecuali dengan menggunakan uang
kontan dan tak pakai janji kapan-kapan.”
Lalu kemudian Abu Bakar as-Shiddiq datang.
dan berkata, “Ya sudah, kalau begitu aku akan membeli dengan sepuluh kali lipat
dari tumbuhan kurma milik Pak Fulan yang jenisnya tak ada di kota ini (karena lebih
bagus jenisnya).”
Si munafik pun berkata dengan kegirangan, “Baik,
ya sudah, kalo begitu aku jual.”
Abu Bakar pun menyahut, “Bagus, aku akan beli.”
sesudah sepakat, Abu Bakar kemudian menyerahkan pohon kurma tersebut pada Abu
Dujanah langsung.
Nabi Muhammad lalu bersabda, “Wahai Abu Bakar,
aku yang akan menanggung gantinya untuk kamu.”
Mendengar sabda Nabi Muhammad ini, Abu Bakar pun
bergembira bukan main. Begitu juga Abu Dujanah. Sedangkan si munafik kemudian berlalu.
Ia berjalan untuk mendatangi istrinya. Dan menceritakan kisah yang baru saja
terjadi. “Aku sudah mendapat untung banyak hari ini. Aku mendapat sepuluh pohon
kurma yang lebih bagus. Padahal kurma yang aku jual tersebut masih tetap ada di
pekarangan rumah kita. Aku tetap akan memakannya lebih dulu dan buah-buahnya tak
kan pernah kuberikan pada tetangga kita itu sedikit pun.”
Pada Malamnya, pada saat si munafik tidur, dan
kemudian bangun di pagi harinya, tiba-tiba pohon kurma yang dia miliki
berpindah posisi, jadi berdiri di atas tanah punya Abu Dujanah. Dan seolah-olah
tidak pernah sekalipun tampak pohon itu tumbuh di atas tanah si orang munafik.
Tempat asal pohon itu tumbuh. Ia pun keheranan.
Dalam kisah ini, bisa kita ambil kesimpulan,
betapa hati-hatinya para sahabat Rasulullah itu untuk menjaga diri dan
keuarganya dari memakan harta haram. Sesulit apa pun hidupnya, seberat apa pun
hidupnya, seseorang tak boleh memberikan makanan bagi dirinya sendiri dan untuk
keluarganya dari barang haram.
Karena setiap kebaikan akan dilipatgandakan
pahalanya oleh Allah dengan sepuluh
kali lipat sebagaimana janji Nabi Muhammad SAW. Panen dari janji itu bukankan sekarang,
akan tetapi di akhirat kelak. Karena dunia ini merupakan dâruz zar‘i (tempat
untuk bercocok tanam), bukan dârul hashâd (tempat untuk memanen).
advertisement
Loading...
loading...